”Um.” Setelah melihat fotonya Afdhal, Eliza berpikir sejenak. ”Kok aku jadi pengen lihat fotonya terus ya?” Gumam Eliza dalam hati. ** Beberapa minggu kemudian, setelah Afdhal selesai wisuda, Afdhal menerima tawaran kerja di salah satu perusahaan dengan gaji yang lumayan besar. ”Bunda, jadi beneran ya kak Afdhal entar kerjanya dikota sini ?” ”Iya.” “Terus tinggalnya dimana?” ”Di rumah kontrakan.” ”Rumah kontrakan yang ada dimana bunda?” ”Itu yang ada di sebelah rumah kita.” Eliza kaget. Loh kenapa kak Afdhal enggak cari rumah kontrakan yang lebih bagus bunda ?” ”Kan rumah kontrakan disebelah rumah kita selain bagus juga murah, kata mamanya, Afdhal mau hemat supaya dia bisa kumpulin uang gajinya nanti buat bangun rumah.” Eliza mengangguk tanda mengerti. ”Bagus juga ya bunda keinginan kak Afdhal ?” ”Iya masa depan Afdhal juga jelas, selain dapat tawaran kerja di perusahaan yang bagus dengan gaji yang tinggi, mau membangun rumah lagi, nanti kalau dia sudah punya istri dia enggak perlu susah-susah ngontrak rumah lagi.” ”Iya, bunda benar enggak sih tante Yuli pernah bilang mau jodohin Eliza sama kak Afdhal ?” Bunda tersenyum. ”Siapa yang kasih tahu kamu ? ”Tante Feni, benar enggak sih bunda ? Eliza kurang yakin.” ”Iya benar.” Eliza kaget. ”Tapi kok tante Yuli bisa bilang begitu sih bunda ?” ”Tante Yuli kamu senang sama kamu.” ”Tante Feni juga bilang begitu, dengan alasan karena aku enggak suka keluyuran di luar rumah kan bunda ?” Bunda senyum seraya mengangguk pelan. ”Kan masih banyak gadis yang seperti Eliza, enggak cuma Eliza aja.” ”Iya, tapi katanya jarang jaman sekarang gadis seperti kamu.” ”Tapi bunda.” ”Kenapa ?” ”Eliza enggak pernah kepikiran sebelumnya.” Bunda meleretkan senyuman panjang. ”Bunda enggak maksa Eliza kan ?” Tanya Eliza. ”Enggak lah, kalau bunda suka, terus kamunya enggak suka, masa bunda harus maksa ?” Eliza menghela nafas seketika setelah mendengar omongan bundanya. ”Kak Afdhal itu terlalu sempurna buat Eliza, walaupun Eliza suka sama kak Afdhal, tapi kak Afdhalnya kan belum tentu suka sama Eliza, iya enggak bunda ?.” Bunda hanya tersenyum. ”Lagian dari kecil kak Afdhal sudah Eliza anggap seperti kakak Eliza sendiri, tapi bunda kalau sudah jodoh kan kita enggak tahu ?” Kata Eliza lagi. ”Iya, kan lebih bagus.” Kata bunda seraya tersenyum. Eliza menggeleng-gelengkan kepalanya. ”Eliza bingung bunda. Sudah adzan isya, Eliza sholat dulu ya bunda ?” Bunda mengangguk pelan seraya tersenyum.
I rwan yang lagi kesal juga pada saat itu ia mengingat kisah kemarin saat Eliza mencubit pipinya yang mirip bakpau. "Xixixi, maaf deh dedeku sayang, lain kali jangan begitu lagi yah." Kata Eliza dgn tawanya seraya mengelu-elus pipinya Irwan, adeknya. "Sayang dulu donk." Ucap Eliza lagi seraya menyodorkan pipinya ke Irwan. "Enggak mau." "Dikit aja." "Enggak." "Beneran nih? besok kakak mau beli es krim ah, mau makan sendiri aja." "Ilwan juga kakak." "magkanya, sayang dulu donk." Irwan memeluk Eliza. "Kiss kakak donk !" "Emmuach." Bunda hanya tersenyum bahagia melihat kedua anaknya akur dan saling menyayangi.
----> To Be Continued
No comments:
Post a Comment