Saya ingin sekali berkongsi artikel ini dengan anda semua, baca dan nilaikan sendiri. Bagi saya saya tidak pernah mengenatui akan hakikat ritual bangsa Yahudi dan ini menambah ilmu kepada kita. Saya ucapkan terima kasih kepada laman web islampos kerana banyak ilmu dan pengetahuan baru yang saya peroleh dari mereka. Selamat membaca.
“TIDAK ada kata yang pas selain menyebut Yahudi sebagai bangsa purba.” (Arnold Toynbee, Sejarawan Inggris)
Mungkin Yahudi adalah salah satu agama dimuka bumi ini yang menjadikan pembunuhan dan kematian sebagai jalan penyatuan hidup bersama Tuhan. Pembunuhan dan darah adalah dua kata yang tidak terpisahkan dari kehidupan bangsa Yahudi dari zaman batu hingga masa kini. Jika setiap hari anda menyaksikan kengerian dan kebrutalan dari pembantaian yang dilancarkan zionisme Yahudi di muka bumi ini, ketahuilah bahwa nenek moyang mereka telah memulainya ribuan tahun lamanya.
Adalah sejarawan terkemuka Yahudi, Josef Kastein (1860-1946), dalam bukunya History of Jews yang mengatakan bahwa yang menjadi dasar ritual pembunuhan bangsa yahudi karena menurut pandangan kaum Yahudi darah adalah tempat jiwa bersemayam.
Kaum Yahudi zaman dahulu menjadikan darah orang Kristen untuk dikeluarkan dari tubuhnya lalu diminumnya. Mereka percaya bahwa dengan meminum darah tersebut, mereka akan meraih apa yang mereka inginkan. Mulai dari tubuh yang sempurna hingga otak yang memiliki kecerdasan segalanya. Because of this belief, the Jews are known to have practiced drinking blood since they made their first appearance in history, kenyataan Willie Martin dalam tulisannya The History of Jewish Human Sacrifice.
Ritual yang dilaksanakan kaum Yahudi ini pun sangat mengerikan dan menakutkan. Satu orang korban bisa dibunuh secara bergerombol di tempat keramaian. Ada pula korban yang diikat tangannya, dan sebuah benda tajam mulai mencincang leher mereka. Tidak sedikit pula perut para korban digunting untuk mengeluarkan darah sebanyak-banyaknya. Deras darah tersebut akan ditadah sebagai persembahan dalam jamuan ritual Yahudi. Tanpa ada gurat penyesalan atas matinya korban, para rabbi Yahudi tersebut malah sibuk mengeringkan darah untuk kemudian dituangkan ke dalam bejana berisi anggur dan roti. Dengan jemari kirinya, seorang Pendeta Yahudi akan mengaduk-aduk berbagai campuran yang sudah dimasukkan sambil membaca mantera “Dam Issardia chynim heroff Jsyn prech harbe hossen mashus pohorus,” (EROD, VII, 12) yang artinya “Kami mohon agar Tuhan mau menurunkan sepuluh wabah atas semua musuh agama Yahudi (termasuk Islam).”
Kekejeman demi kekejaman seperti ini amat dimungkinkan oleh mereka, karena Yahudi adalah agama yang menganut teologi permusuhan. Maka tak heran, dalam melaksanakan ritualnya para pendeta Yahudi akan berdoa agar para goyim diberikan tempat di neraka. Ghoyim sendiri adalah orang-orang yang berada diluar agama Yahudi. Mereka beranggapan Ghoyim adalah makhluk najis bahkan lebih hina dari binatang seperti termaktub dalam ayat-ayat Talmud: “Orang-orang non-Yahudi harus dijauhi, bahkan lebih daripada babi yang sakit,” (Orach Chaiim 57, 6a). “Orang-orang Yahudi disebut manusia, tetapi non-Yahudi tidak tergolong manusia. Mereka adalah binatang,“ (Talmud: Baba Mezia 114b)
Setelah mengucapkan mantera tersebut, sang Pendeta akan terlihat menangis. Tangisan haru yang tentu ditujukan bukan untuk mengasihi kita orang Islam yang menurut mereka akan dicemplungkan ke dalam api neraka neraka, namun tangisan itu lebih untuk menunjukkan pelampiasan emosional mereka dalam menjalani ritual.
Pesta Paskah Yahudi sendiri hanyalah satu dari kesekian festival yang dijadikan hari dimana ritual meminum darah dilakukan. Ia adalah perayaan yang diselenggarakan pada hari ke-14 dalam bulan yang disebut Nisan (Imamat 23:4; Bilangan 9:3-5, Bilangan 28:16) atau bulan pertama kalender Ibrani selama delapan hari. Festival ini berakhir pada hari ke-21 Nisan di Israel, dan hari ke-22 Nisan di luar Israel dan dirayakan untuk memperingati keluarnya bangsa Israel dari Mesir. Selama seminggu itu hanya roti yang tidak beragi yang boleh dimakan, sehingga hari-hari itu juga disebut Hari Raya Roti Tidak Beragi.
Tua, muda, balita semuanya menjadi korban dari implementasi ajaran kabbalah tersebut. Tidak ada sejarah pasti sejak kapan ritual pembunuhan mulai rutin dilakoni Yahudi, namun Willie Martin menjelaskan usia dari ritual ini hampir sama tuanya dengan orang Yahudi itu sendiri.
Selain Festival Paskah, Festival yang menjadi pelampiasan ritual pembunuhan Yahudi adalah Festival Purim. Festival ini adalah sebuah pesta kaum Yahudi yang dirayakan pada tanggal 14 dan 15 Adar (terakhir berlangsung 20 Maret 2011). Pesta diselenggarakan dalam rangka peringatan atas pembebasan bangsa Yahudi oleh Mordekhai dan Ester di bawah raja Persia Ahasyweros. Dalam perayaan ini, banyak hal-hal unik dapat ditemui. Salah satunya adalah penampilan berbeda para pria Yahudi orthodox yang biasanya memakai busana hitam-hitam, begitu juga dengan para wanitanya.
Sehari sebelum Festival Purim dilaksanakan, para Yahudi ini larut dalam doa dan puja-puja kepada Tuhan-tuhan mereka. Tidak sedikit dari mereka juga menjalani puasa. Namun tidak ada yang tahu bahwa tersimpan cerita hitam dibalik perayaan yang memaksa Pemerintahan Israel kerap menutup jalur Gaza dan Tepi Barat ini.
Adalah Dr. Arnold Sepencer Leese (1878–1956), seorang Cendekiawan Barat yang sukses menyingkap kabut misteri Festival Purim yang teramu dalam bukunya, Jewish Ritual Murder. Dalam bukunya, Dr. Leese menceritakan kisah seorang pendeta Kristen asal Italia bernama Francois Antoinne Thomas yang bepergian ke Suriah guna melakukan kerja amal kepada masyarakat setempat. Pada 5 Februari 1840, ia telah diminta oleh penduduk sebuah perkampungan Yahudi untuk mendermakan obat-obatan kepada Anak-anak di sekitat situ.
Saat pulang, Thomas berkenalan dengan seorang Yahudi yang bernama Daud Hariri dan memenuhi permintaan Daud untuk singgah di rumahnya. Tanpa mengetahui, undangan itu ternyata hanyalah sebuah satu perangkap. Di rumah Daud telah siap beberapa orang Yahudi menunggu kedatangan Thomas.
Mereka adalah bapak-saudara Daud, 2 orang adik dan 2 orang Rabbi. Tanpa belas kasihan, kaki dan tangan Thomas diangkat, mulutnya disumbat dengan sehelai sapu tangan.
Setelah hampir senja, seorang tukang gunting rambut bernama Sulaiman (seorang Yahudi) dipanggil untuk membantai Thomas. Tukang gunting itu agak takut-takut tetapi Daud sendiri mengeluarkan pisau lantas ikut terlibat sambil dibantu oleh Harun, Hariri, adik Daud.
Darah Thomas ditempatkan dalam sebuah tempat kemudian diberi kepada Rabbi Yaakub al-Antabi untuk diteruskan dalam sebuah acara. Rabbi Yaakub menyapu darah segar itu pada roti suci dan dipuja untuk hidangan Festival Purim yang bakal berlangsung pada 14 Februari 1840.
Mayat Thomas kemudian dipotong kecil-kecil dan dibuang ke tempat pembuangan sampah. Selepas itu mereka menunggu pula kedatangan pembantu Thomas, Ibrahim Ammar yang datang untuk mencari keberadaan Thomas. Naas, Ibrahim menerima nasib serupa. Ia menjadi korban upacara Festival Purim yang ditunggu-tunggu golongan Yahudi itu.
Kasus inipun kemudian memancing perbincangan besar-besaran di masyarakat Eropa, Amerika, dan dunia Arab. Itu hanyalah satu kasus. Karena beberapa korban Purim lainnya juga mengalami nasib tragis. [Muhammad Pizaro Novelan Tauhidi/islampos]
Mungkin Yahudi adalah salah satu agama dimuka bumi ini yang menjadikan pembunuhan dan kematian sebagai jalan penyatuan hidup bersama Tuhan. Pembunuhan dan darah adalah dua kata yang tidak terpisahkan dari kehidupan bangsa Yahudi dari zaman batu hingga masa kini. Jika setiap hari anda menyaksikan kengerian dan kebrutalan dari pembantaian yang dilancarkan zionisme Yahudi di muka bumi ini, ketahuilah bahwa nenek moyang mereka telah memulainya ribuan tahun lamanya.
Adalah sejarawan terkemuka Yahudi, Josef Kastein (1860-1946), dalam bukunya History of Jews yang mengatakan bahwa yang menjadi dasar ritual pembunuhan bangsa yahudi karena menurut pandangan kaum Yahudi darah adalah tempat jiwa bersemayam.
Kaum Yahudi zaman dahulu menjadikan darah orang Kristen untuk dikeluarkan dari tubuhnya lalu diminumnya. Mereka percaya bahwa dengan meminum darah tersebut, mereka akan meraih apa yang mereka inginkan. Mulai dari tubuh yang sempurna hingga otak yang memiliki kecerdasan segalanya. Because of this belief, the Jews are known to have practiced drinking blood since they made their first appearance in history, kenyataan Willie Martin dalam tulisannya The History of Jewish Human Sacrifice.
Ritual yang dilaksanakan kaum Yahudi ini pun sangat mengerikan dan menakutkan. Satu orang korban bisa dibunuh secara bergerombol di tempat keramaian. Ada pula korban yang diikat tangannya, dan sebuah benda tajam mulai mencincang leher mereka. Tidak sedikit pula perut para korban digunting untuk mengeluarkan darah sebanyak-banyaknya. Deras darah tersebut akan ditadah sebagai persembahan dalam jamuan ritual Yahudi. Tanpa ada gurat penyesalan atas matinya korban, para rabbi Yahudi tersebut malah sibuk mengeringkan darah untuk kemudian dituangkan ke dalam bejana berisi anggur dan roti. Dengan jemari kirinya, seorang Pendeta Yahudi akan mengaduk-aduk berbagai campuran yang sudah dimasukkan sambil membaca mantera “Dam Issardia chynim heroff Jsyn prech harbe hossen mashus pohorus,” (EROD, VII, 12) yang artinya “Kami mohon agar Tuhan mau menurunkan sepuluh wabah atas semua musuh agama Yahudi (termasuk Islam).”
Kekejeman demi kekejaman seperti ini amat dimungkinkan oleh mereka, karena Yahudi adalah agama yang menganut teologi permusuhan. Maka tak heran, dalam melaksanakan ritualnya para pendeta Yahudi akan berdoa agar para goyim diberikan tempat di neraka. Ghoyim sendiri adalah orang-orang yang berada diluar agama Yahudi. Mereka beranggapan Ghoyim adalah makhluk najis bahkan lebih hina dari binatang seperti termaktub dalam ayat-ayat Talmud: “Orang-orang non-Yahudi harus dijauhi, bahkan lebih daripada babi yang sakit,” (Orach Chaiim 57, 6a). “Orang-orang Yahudi disebut manusia, tetapi non-Yahudi tidak tergolong manusia. Mereka adalah binatang,“ (Talmud: Baba Mezia 114b)
Setelah mengucapkan mantera tersebut, sang Pendeta akan terlihat menangis. Tangisan haru yang tentu ditujukan bukan untuk mengasihi kita orang Islam yang menurut mereka akan dicemplungkan ke dalam api neraka neraka, namun tangisan itu lebih untuk menunjukkan pelampiasan emosional mereka dalam menjalani ritual.
Pesta Paskah Yahudi sendiri hanyalah satu dari kesekian festival yang dijadikan hari dimana ritual meminum darah dilakukan. Ia adalah perayaan yang diselenggarakan pada hari ke-14 dalam bulan yang disebut Nisan (Imamat 23:4; Bilangan 9:3-5, Bilangan 28:16) atau bulan pertama kalender Ibrani selama delapan hari. Festival ini berakhir pada hari ke-21 Nisan di Israel, dan hari ke-22 Nisan di luar Israel dan dirayakan untuk memperingati keluarnya bangsa Israel dari Mesir. Selama seminggu itu hanya roti yang tidak beragi yang boleh dimakan, sehingga hari-hari itu juga disebut Hari Raya Roti Tidak Beragi.
Tua, muda, balita semuanya menjadi korban dari implementasi ajaran kabbalah tersebut. Tidak ada sejarah pasti sejak kapan ritual pembunuhan mulai rutin dilakoni Yahudi, namun Willie Martin menjelaskan usia dari ritual ini hampir sama tuanya dengan orang Yahudi itu sendiri.
Selain Festival Paskah, Festival yang menjadi pelampiasan ritual pembunuhan Yahudi adalah Festival Purim. Festival ini adalah sebuah pesta kaum Yahudi yang dirayakan pada tanggal 14 dan 15 Adar (terakhir berlangsung 20 Maret 2011). Pesta diselenggarakan dalam rangka peringatan atas pembebasan bangsa Yahudi oleh Mordekhai dan Ester di bawah raja Persia Ahasyweros. Dalam perayaan ini, banyak hal-hal unik dapat ditemui. Salah satunya adalah penampilan berbeda para pria Yahudi orthodox yang biasanya memakai busana hitam-hitam, begitu juga dengan para wanitanya.
Sehari sebelum Festival Purim dilaksanakan, para Yahudi ini larut dalam doa dan puja-puja kepada Tuhan-tuhan mereka. Tidak sedikit dari mereka juga menjalani puasa. Namun tidak ada yang tahu bahwa tersimpan cerita hitam dibalik perayaan yang memaksa Pemerintahan Israel kerap menutup jalur Gaza dan Tepi Barat ini.
Adalah Dr. Arnold Sepencer Leese (1878–1956), seorang Cendekiawan Barat yang sukses menyingkap kabut misteri Festival Purim yang teramu dalam bukunya, Jewish Ritual Murder. Dalam bukunya, Dr. Leese menceritakan kisah seorang pendeta Kristen asal Italia bernama Francois Antoinne Thomas yang bepergian ke Suriah guna melakukan kerja amal kepada masyarakat setempat. Pada 5 Februari 1840, ia telah diminta oleh penduduk sebuah perkampungan Yahudi untuk mendermakan obat-obatan kepada Anak-anak di sekitat situ.
Saat pulang, Thomas berkenalan dengan seorang Yahudi yang bernama Daud Hariri dan memenuhi permintaan Daud untuk singgah di rumahnya. Tanpa mengetahui, undangan itu ternyata hanyalah sebuah satu perangkap. Di rumah Daud telah siap beberapa orang Yahudi menunggu kedatangan Thomas.
Mereka adalah bapak-saudara Daud, 2 orang adik dan 2 orang Rabbi. Tanpa belas kasihan, kaki dan tangan Thomas diangkat, mulutnya disumbat dengan sehelai sapu tangan.
Setelah hampir senja, seorang tukang gunting rambut bernama Sulaiman (seorang Yahudi) dipanggil untuk membantai Thomas. Tukang gunting itu agak takut-takut tetapi Daud sendiri mengeluarkan pisau lantas ikut terlibat sambil dibantu oleh Harun, Hariri, adik Daud.
Darah Thomas ditempatkan dalam sebuah tempat kemudian diberi kepada Rabbi Yaakub al-Antabi untuk diteruskan dalam sebuah acara. Rabbi Yaakub menyapu darah segar itu pada roti suci dan dipuja untuk hidangan Festival Purim yang bakal berlangsung pada 14 Februari 1840.
Mayat Thomas kemudian dipotong kecil-kecil dan dibuang ke tempat pembuangan sampah. Selepas itu mereka menunggu pula kedatangan pembantu Thomas, Ibrahim Ammar yang datang untuk mencari keberadaan Thomas. Naas, Ibrahim menerima nasib serupa. Ia menjadi korban upacara Festival Purim yang ditunggu-tunggu golongan Yahudi itu.
Kasus inipun kemudian memancing perbincangan besar-besaran di masyarakat Eropa, Amerika, dan dunia Arab. Itu hanyalah satu kasus. Karena beberapa korban Purim lainnya juga mengalami nasib tragis. [Muhammad Pizaro Novelan Tauhidi/islampos]
No comments:
Post a Comment