Saya mendapatkan kisah ini dari seorang teman di fb (Nao Lisa).
Oleh: Redi Bintarto.
Dering suara Hand Phone (HP) di malam nan sunyi membangunkan tidur Syekh Abdurrahman yang sedang beristirahat di rumahnya. Saat itu jam menunjukkan pukul 10 malam. Dilayar HP beliau muncul nomor yang tidak dikenal. Syekh sebenarnya ingin tidak mengangkatnya, namun karena beliau penasaran akhirnya beliau mengangkatnya dan mulai menyapa, “Assalamu’alaikum, Who is this?”. Kemudian penelpon itu menjawab “Wa’alaikumussalam, This is me Syekh, Ahmed from Bully, Syekh I am so sorry to call you late night. Syekh Please, come here, my Brother is unconscious, he got accident, and The Doctor said that he can’t help him and his live is only waiting for death. Please help us!”. Kemudian Syekh Abdurrahman baru paham kalau yang menelpon itu adalah salah seorang pengurus masjid besar Bully, New South Wales Australia. Syekh Abdurrahman kenal Ahmed karena di daerah Illawara New South Wales, pengurus masjid terdaftar dengan rapi dan mendapat pengakuan dari pemerintah. Mereka sering ketemu apabila ada acara Fun Raising, Ied Festival, bahkan acara-acara yang diadakan oleh pemerintah Australia. Sejenak Syekh Abdurrahman bangun dari tempat tidurnya. Kemudian beliau bergegas berangkat setelah mendapatkan sebuah nomor kamar di Wollongong Hospital dari si penelpon.
“Assalamualaikum,” sapanya ketika memasuki ruangan di mana si Abdulloh terbaring tak berdaya. Perban serta bau obat meliputi disekujur tubuhnya. “Wa’alaikumussalam, Alhamdulillah, Syekh, Thanks for your coming, please syekh say something to Abdurrahman, Doctor can't do more, and said that he will die..., please say something to Abdurrahman.” Pinta kakaknya dengan menangis. Syekh memandang di sekitar ruangan itu telah ada beberapa keluarga yang juga menangis. “Ok, calm down, I will speak to him, please don’t cry here, because it can make him sad,” kata Syekh Abdurrahman. Kemudian Syekh Abdurrahman mendekat ke tubuh Abdulloh yang penuh dengan luka. Dilihatnya sebuah sosok yang masih hidup, tetapi tidak bergerak sedikitpun, bahkan menggerakkan bibir dan mengedipkan mata saja ia tak mampu. Kemudian Syekh Abdurrahman duduk tepat disebelah kanan kepala Abdulloh, sehingga memungkinkan beliau untuk berbicara ditelinga Abdulloh dengan jarak paling dekat. Sejenak Beliau berdoa dan kemudian menggenggam lemah tangan Abdulloh. “Assalamu’alaikum brother, this is me, Syekh Abdurrahman From Wollongong, Brother, I come here to meet you, I know that you’re good Moslem, you help Alloh’s to call adzan every day from the mosque, you remind people to pray in the mosque with you, I do sure that everybody and Alloh love you brother, Alloh will help you, He will give you health and happiness. Brother, we still love you to call adzan everyday in the mosque, could you please call adzan again, Alloh love it, please call adzan for us, we will pray with you now”.
Assalamu’alaikum saudaraku, saya adalah Syekh Abdurrahman dari Wollongong. Saudaraku, saya datang kesini untuk menemuimu, saya tahu kalau kamu adalah muslim yang baik, kamu telah menolong Alloh untuk mengumandangkan adzan setiap hari dari masjid. Kamu mengingatkan orang-orang untuk sholat di masjid, saya sangat yakin kalau setiap orang dan Alloh menyayangi kamu, Alloh akan menolong kamu, Dia akan memberimu kesehatan dan kebahagiaan. Saudaraku, kami masih ingin mendengar engkau mengumandangkan adzan dimasjid, dapatkah engkau melakukannya, Alloh akan menyukainya, Tolong engkau kumandangkan adzan untuk kami, kami akan sholat denganmu sekarang).
Sejenak terlihat airmata keluar dari kedua mata dan menetes melewati pipi Abdulloh. Tak berapa lama kelopak matanya bergerak-gerak perlahan, kemudian matanya membuka sedikit demi sedikit. Bibirnyapun kemudian bergerak-gerak perlahan, seolah ia berusaha untuk mengumandangkan adzan. Syekh Abdurrahman memandang wajah Abdulloh dengan tersenyum, “Alhamdulillah” keep going brother, I know you’re calling adzan for us”. (Alhamdulillah, teruskan saudaraku, saya tahu engkau sedang mengumandangkan adzan untuk kami). Dan... Subhanalloh, secara tidak diduga monitor alat pendeteksi jantung yang dipasangkan di tubuh abdulloh menunjukkan kerja jantung Abdulloh yang berangsur-angsur menjadi normal yang menunjukkan Abdulloh telah sehat kembali. Ahmed yang mengetahui hal itu kemudian melakukan sujud syukur di dalam ruangan itu, kemudian diikuti saudaranya yang lain. Ahmed kemudian memeluk Syekh Abdurrahman dan berkali-kali mengucapkan terima kasih. Tak berapa lama Sang Dokter muncul kembali dan mengecek kesehatan Abdulloh. Seraya ia bertanya, “What was happen? What did you gave to him?” Ia bertanya kepada Ahmed, yang berada di dekatnya. “Adzan” Jawab Ahmed dengan tersenyum. “Adzan? Was Adzan cured him?” (Apakah adzan yang telah menyembuhkannya?) Tanya sang dokter kepada Syekh Abdurrahman yang juga masih berada disitu? “Yes, Alloh cured him by adzan,” jawab Syekh Abdurrahman dengan tersenyum pula. Sang dokter yang bukan muslim tersebut semakin terheran-heran, kemudian ia mengangguk-angguk, ikut tersenyum dan berkata kepada Syekh Abdurrahman. “Someday I will ask you about adzan, please give your number to me,” katanya. “Sure,” jawab syekh Abdurrahman dengan penuh keyakinan.
“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (QS. Muhammad [47] : 7) Subhanallah.. (eramuslim.com)
No comments:
Post a Comment