20 January 2014

Beginilah Kaum Yahudi Melaksanakan Ritual Pembunuhannya (6)

islampos.com–SENIN 1 Mei 1989 mungkin menjadi hari yang tidak menyenangkan bagi presenter ternama, Oprah Winfrey. Tampil membawakan tema talk show kontroversial bertajukMexican Satanic Cult Murders, Oprah ditantang untuk menguak jaringan dan praktek ritual berdarah Yahudi di Chicago. Untuk itu, seorang pemudi Yahudi Chicago aseli Meksiko (29 tahun) dihadirkan demi memuaskan rasa penasaran pemirsa. Namun ia tidak berani mengungkapkan identitas aselinya. Ia memilih aman dengan menggunakan nama samaran, Rachel.

Apa yang terjadi? Sungguh diluar dugaan. Rachel mengungkapkan secara telanjang mengenai doktrin berdarah dalam tradisi olkutisme dalam agamanya. Ia sendiri mengaku sebagai salah satu pelaku yang turut berpartisipasi dalam ritual mengorbankan bayi. Yang menarik adalah, sang gadis muda itu tidak bepartisipasi dalam sekte okult manapun, tapi dia melakukannya karena memang dia seorang Yahudi.

“Orang tentunya mengira anda adalah seorang Yahudi yang baik, namun ternyata kalian semua memuja setan di dalam rumah kalian?” selidik Oprah tidak percaya. Dan Rachel kemudian menegaskan, “Benar. Ada banyak keluarga Yahudi lainnya di seluruh Amerika Serikat yang melakukan hal itu, bukan hanya keluarga saya.”

Artinya, Rachel merasa bahwa praktik keji ini tidak hanya menjadi monopoli keluarganya, tapi juga jamak dilakukan oleh keluarga Yahudi manapun di dunia. Bahkan Rachel turut menuding ritual pembunuhan terhadap bayi ini terkait erat dengan kasus pembunuhan yang melenyapkan nyawa tiga belas orang di Matomoros, Meksiko

Mendengar penjelasan Rachel, sontak presenter berkulit hitam itu terkejut. Ia mengaku hari itu adalah kali pertama ia mendengar tentang orang Yahudi mengorbankan anak-anak. Rachel sendiri merasa terpaksa melakukan hal itu. Tidak ada sedikitpun niatnya untuk menghabisi nyawa makhluk tak berdosa seperti bayi. “Ketika saya masih sangat muda, saya dipaksa untuk berpartisipasi dalam ritual itu, dan yang saya harus mau mengorbankan bayi,” kenangnya.

Akibat kuatnya intensitas ritual pembunuhan bayi tersebut, Rachel mengalami kemerosotan jiwa yang mendalam. Adegan pembunuhan mengerikan yang tiap saat dilakukanya turut berdampak terhadap kondisi psikologisnya. Dokter memvonisnya mengidap kepribadian ganda. Kini, Rachel pun diharuskan mengikuti proses terapi psikiatri guna memulihkan kondisi mentalnya.

Kasus tidak berhenti di situ. Pasalnya, Rachel kemudian membocorkan sebuah rahasia bahwa sejumlah aparat keamanan turut bertanggungjawab terhadap masalah ini. Menurutnya, pihak kepolisian sudah mengetahui ritual-ritual kriminal yang dilakukan oleh kelompok Yahudi, namun tekanan dari otoritas keamanan Amerika yang telah dikuasai Yahudi membuat tradisi okult ini berjalan tanpa pernah ada tindakan pencegahan.

Tak selang berapa lama, kasus ini pun menjadi pemberitaan hangat di Amerika. Kelompok Yahudi mengecam Oprah Winfrey yang dituding melakukan propaganda antisemit. Sikap ‘riang’ Oprah saat wawancara Rachel membuat kelompok Yahudi berang bukan kepalang. Stasiun televisi di seluruh negeri seperti New York, Los Angeles, Houston, Cleveland, Washington DC pun ikut menjadi pelampiasan atas kemarahan kaum Yahudi. Mereka kemudian menuntut Oprah meminta maaf karena telah menayangkan acara yang dapat membuat Yahudi berada dalam ancaman. Oprah tidak bisa berbuat banyak. Jaringan media yang hampir seluruhnya dikuasai Yahudi membuat wanita kelahiran 1954 itu mengutararakan penyesalannya.

“Kami semua puas bahwa Oprah Winfrey dan stafnya tidak bermaksud untuk menyinggung siapapun dan bahwa Oprah benar-benar menyesal karena pelanggaran atau kesalahpahamannya, ” kata pemimpin komunitas garis keras Yahudi, Anti Defamation League, Barry Morrison.

Namun apa yang dilakukan Oprah berbanding terbalik dengan Rachel. Ia akhirnya membuka identitas aselinya dan semua orang tahu bahwa Rachel adalah nama samaran dari Vicky Polin. Setelah selesai menjalani terapi psikologis, ia tampil kedepan dengan mendirikan pusat rehabilitasi dan advokasi bagi orang-orang yang memiliki nasib sama dengannya. Polin menamakannya: The Awarennes Centre. Baginya, kegilaan ajaran okultisme Yahudi harus diungkap.

Melalui situs Web-nya, www.theawarenesscenter.org, Polin menerima keluhan dari Yahudi di seluruh dunia. Dia mengatakan situs ini dikunjungi oleh sekitar 15.000 orang setiap bulan dan terlibat dalam proyek-proyek konseling sekira 60-80 jam pe rminggu. Namun meski mendapatkan banyak dukungan, sebagian Rabi dan tokoh Yahudi turut mengecamnya. Mereka menilai Polin berusaha membalaskan dendamnya kepada Yahudi. “Di beberapa tempat, kami dipandang sebagai pahlawan dan dalam beberapa kita dipandang sebagai gila atau ingin membalas dendam,” tandasnya seperti dikutip dari The Jewish Week, Maret 2004.

Tantangan Polin untuk menyadarkan aktor-aktor pembunuh maupun para korban yang selamat, bisa dikata terbilang berat. Kasus demi kasus terus terjadi sampai saat ini. Ada yang terungkap, ada pula yang berhenti di tengah jalan. Kegigihan keluarga korban menjadi salah satu kunci dalam membuka praktik-praktik sadis seperti ini.

Di daerah asalnya sendiri, Meksiko, kasus pembunuh yang berlandaskan tradisi olkutisme masih sering terjadi. Pada akhir Maret 2012, misalnya, Meksiko kembali dikejutkan dengan penangkapan tujuh anggota kultus setan yang diduga mengorbankan anak laki-laki berumur 10 tahun dan seorang wanita 44 tahun. Pemimpin kelompok itu adalah Silvia Meraz. Ia meyakini bahwa mempersembahkan korban manusia untuk Kultus Kematian Kudus (La Santa Mmuerte) akan membawa berkah berupa keuntungan ekonomi dan kesehatan bagi mereka. Kasus ini sendiri terungkap setelah Jaksa membuka investigasi atas aduan dari pihak keluarga dimana kolega mereka yang bernama Yesus Octavio Martinez dilaporkan hilang selama 10 tahun.

Para tersangka lainnya mengaku bahwa Meraz membujuk enam anggota keluarga untuk membunuh tiga orang pada waktu yang berbeda, yakni membunuh seorang wanita dewasa dan dua anak-anak. Meraz adalah penghasut dari tiga pembunuhan dan berpartisipasi langsung dalam dua dari pembunuhan, kata Jose Larrinaga, Juru Bicara Jaksa Agung Meskiko.

“Ritual itu diadakan pada malam hari, mereka menyalakan lilin. Kemudian mereka mengiris nadi korban, sementara mereka masih hidup. Kemudian mereka menunggu korban kehabisan darah sampai mati, dan mengumpulkan darah di sebuah tempat. Ada pula yang dipotong lehernya. Preferensi wanita itu untuk memotong leher korban, dengan alasan bahwa Kematian Kudus lebih suka seperti itu dan akan memberitahu mereka di mana ada uang untuk mencuri, yang akan menjadi bagian dari hadiah atas persembahan mereka,” sambung Larrinaga seperti dilansir unmid.com

Kultus Kematian Kudus, populer di kalangan pedagang obat bius dan beberapa penjahat Meksiko lainnya, adalah campuran dari agama Kristen, tradisi India dan kepercayaan Paganisme yang muncul pada 1940-an di lingkungan Kota miskin Meksiko dan kemudian menyebar di seluruh negeri. Sekte ini telah dikutuk oleh Vatikan dan tidak diakui sebagai aliran Kristiani oleh pemerintah Meksiko. Mereka mengklaim memiliki lima juta anggota di seluruh dunia, memiliki gereja utamanya di Mexico City. [Muhammad Pizaro Novelan Tauhidi/islampos]


Bersambung . . .

No comments: