islampos.com – KATA-kata di atas mendadak heboh ketika Ido Kozikaro, seorang pemain Basket Tim Nasional Israel mempostingnya di Facebook pada April 2012 lalu.
Kalimat tersebut tentu bukan sembarang kalimat, karena jika anda seorang peneliti Yahudi khususnya teologi, maka anda akan menemukan bahwa Matzah adalah sebutan bagi roti tradisional yang dimakan orang Yahudi selama perayaan liburan Paskah dengan bahan baku darah anak laki-laki Muslim dan Kristen. Jadi Matzah bukan sekedar makanan biasa, dia murni ritus Kabbalah yang sama sekali tidak pernah dibawa oleh ajaran Tauhid Nabi Musa as.
Lantas apa yang terjadi pasca Kozikaro memposting status kontroversial tersebut? Ia mendapatkan caci maki? Sumpah serapah disana-sini? Tentu tidak, karena orang-orang Yahudi paham betul maksud Kozikaro. Yang terjadi adalah Komentar status pria kelahiran 8 Januari 1978 sontak banjir dukungan. “Kami berharap untuk berbagi ini denganmu,” tegas salah seorang kerabatnya.
Ritual mengkonsumsi darah anak itu sendiri bukanlah barang baru bagi kelompok Yahudi. Ritual ini telah menjadi dogma yang membumi dalam kepercayaan Kabbalah ribuan tahun lamanya. Meminum darah adalah simbol keperkasaan, kekuatan, hingga kebanggaan bagi seorang Yahudi. Tidak jarang ritus meminum najis ini mendapatkan legitimasi imani yang berangkat dari doktrin bible. Thomas of Cantimpré (1201-1271), seorang Teolog Katolik Roma yang juga Profesor Filsafat kenamaan Gereja pernah menulis secara khusus terkait hal ini. Ia mengatakan adalah sangat meyakinkan bahwa orang-orang Yahudi di tiap tahunnya mengumpukan darah-darah orang Kristen untuk para jema’at Yahudi. Karenanya tidak heran dalam injil Mathius termaktub sebuah ayat persembahan darah seorang anak Kristen. “Darahnya adalah tanggungan kami, dan anak-anak kami” (Matius 27:25).
Injil Matius sendiri menempati urutan pertama dalam Perjanjian Baru dan dianggap kitab paling berbau Yahudi. Injil ini murni dibentuk oleh wolrdview Yahudi baik dalam teks maupun spirit dibaliknya. “Walaupun ditutup dengan pakaian Yunani, buku itu tetap berbau Yahudi dan menunjukkan ciri-ciri Yahudi,” beber A. Tricot, seorang pakar Bible.
Hingga kini kita ketahui bersama banyak anak Palestina diculik dan dibunuh oleh tentara Yahudi. Tengah malam buta, para tentara menjemput paksa mereka untuk digiring menuju ke penjara. Ironisnya mereka pun tidak pernah mendapatkan keadilan dalam proses persidangan. Tuduhan demi tuduhan sengaja dibuat oleh para tentara dari mulai menganggu keamanan Israel hingga melempar batu ke wajah tentara semata-mata sebagai alibi untuk menahan anak-anak Palestina. Hal inilah yang terjadi pasca Intifadah pertama tahun 1987-1993. Nasib ribuan anak Palestina tidak pernah dapat diindentifikasi dan menghilang bak ditelan bumi. Tanpa memiliki rasa belas kasih, Rabi Yahudi bernama Yitzhak Shapiro justru menyatakan bahwa pembunuhan terhadap anak-anak Palestina, bahkan bayi sekalipun adalah tindakan sah. “Tidak ada sesuatu yang salah terhadap pembunuhan itu,” tegasnya dalam bukunya The King’s of Torah.
Menurut sejumlah kesaksian, sepanjang sejarah manusia, Yahudi biasa menculik anak-anak atau para pemuda non-Yahudi atau yang mereka sebut Goyim dan menjadikan mereka “tumbal” untuk ritual pembunuhan pelan-pelan yang menyakitkan dengan luka yang biasanya 33 luka tidak mematikan, membiarkan darah mereka menetes hingga korban itu meninggal dunia.
Bukti keterlibatan ritual sebagai otak dibalik pembunuhan anak-anak dan remaja muslim kian diteguhkan oleh Dr Umayma Ahmad Al-Jalahma dari Raja Faisal University. Ahad, 10 Maret 2002, Dr Al Jalahma sempat membuat heboh ketika menulis artikel berjudul “The Jewish Holiday of Purim” di harian Al Riyadh, sebuah harian terkemuka milik pemerintah Saudi. Artikel yang menyoroti kebiadaban ritual Yahudi di Ar Riyadh ini tentu menjadi sangat luar biasa. Terlebih hubungan Arab dan Amerika sempat menegang pasca serangan 11/9 2001. Dalam dua bagian, Dr Al Jalahma menyoroti secara khusus ritual dalam Pesta purim ketika para pemuda muslim dan Kristen menjadi tumbal ajaran sesat Yahudi. Metodenya pun sangat mengerikan. Ia menulis,
“Mari kita memeriksa bagaimana darah para korban ditumpahkan. Untuk hal ini, sebuah jarum digunakan untuk mengucurkan darah ke dalam tong yang seukuran tubuh manusia. (Jarum ini) menembus tubuh korban.. dan darah korban mulai menetes dengan lambat. Dengan demikian, korban menderita siksaan yang mengerikan – siksaan yang memberi kenikmatan para vampir Yahudi karena mereka sangat hati-hati memantau setiap detail dari darah yang tumpah dengan kesenangan dan cinta yang sulit untuk dipahami.”
Ironisnya, setelah “pertunjukan” ini selesai dilaksanakan, para rabi Yahudi betul-betul membuat ummat-Nya bahagia di masa liburan mereka. Ia melayani jema’atnya secara syahdu dengan hidangan kue-kue di mana darah dan manusia telah menyatu.
Dr. Al Jalahma menyatakan metode pembunuhan yang digunakan untuk anak-anak dan pemuda ini pun berbeda-beda. Setidaknya penghabisan nyawa lewat jarum hanyalah satu metode diantara metode lainnya. Selain itu para rabi Yahudi juga biasa membunuh korbannya dengan cara menyembelih leher korban. Ia melanjutkan,
“Ada cara lain untuk menumpahkan darah yaitu darah korban dapat disembelih layaknya domba disembelih, dan darahnya dikumpulkan dalam sebuah wadah. Atau, pembuluh darah korban bisa dibelah dibeberapa tempat membiarkan menguras darahnya dari tubuhnya, dan mereka membiarkan darah para korban terkuras dari tubuhnya… Darah ini sangat hati-hati dikumpulkan oleh para ‘rabbi, pendeta Yahudi,dan seorang koki yang mengkhususkan diri untuk mempersiapkan berbagai jenis kue.”
Ya sebuah data mengerikan mengenai kasus pembunuhan seorang anak demi tumbal bernama ritual Yahudi. Kisah pilu nasib anak-anak muslim Palestina hingga kini terus menjadi luka yang entah kapan bisa terobati. Anak Palestina, Libanon, Suriah, atau bahkan anak kita mungkin hanya menunggu waktu yang pada gilirannya akan menjadi korban berikutnya dalam perayaan-perayaan Yahudi. “Karena ini bagian dari perintah agama kami!” kilah Rabbi Yitzhak Shapiro, secara jujur dalam bukunya The King’s of Torah.[muhammadpizaronovelantauhidi/islampos]
Sumber: http://www.islampos.com
Bersambung . .
No comments:
Post a Comment